Bagaimana sikap manusia yang berhubungan dengan Jin

Diterangkan pada ayat ini, ternyata manusia yang berhubungan dengan Jin tersebut bertujuan untuk “meminta perlindungan” kepada nya. Hal pertama yang terpikirkan oleh kita tentunya, manusia tersebut meminta perlindungan kepada Jin dari hal apa ?

Kita sama-sama tahu, perlindungan biasanya diberikan kepada mereka yang akan disakiti, disiksa, dianiaya, dicelakai atau dibunuh. Nah… bagi mereka yang meminta perlindungan kepada Jin, kira-kira siapa yang akan menyakiti, menyiksa, menganiaya atau mencelakai mereka ? Mungkin ada yang mengatakan, mereka meminta perlindungan dari kejahatan manusia lain kepada dirinya seperti akan dirampok, dikeroyok dan dipukuli massa atau ada yang mengatakan untuk perlindungan dari serangan jin-jin jahat melalui santet, teluh, tenung dan lain sebagainya.

Kalau kita pikir, bisakah dibenarkan meminta perlindungan kepada Jin untuk melindungi diri dari kejahatan makhluk lainnya baik itu Jin ataupun manusia, padahal yang sudah jelas jin itu makhluk (ciptaan) Allah ? Mengapa tidak meminta perlindungan langsung kepada Allah Yang Menciptakan Jin itu sendiri ? Dan pernahkah terpikir oleh mereka, dengan meminta perlindungan kepada jin, hanya membuat mereka menjadi bahan permainan para jin tersebut ? Tentunya hal ini bisa menjadi bahan perenungan bagi kita.

Yang memberi perlindungan, untuk istilah zaman sekarang disebut “Backing”. Dimana dengan memiliki Backing, segala urusan bisa menjadi lancar dan mudah. Tetapi ada satu sisi buruk yang luput dari perhatian mereka. Bagaimana bila si “Backing” meminta atau menyuruh melakukan sesuatu kepada orang yang meminta perlindungan kepada dirinya, sedangkan permintaan tersebut bertentangan dengan hatinya?

apakah orang yang sudah merasa dilindungi bisa menolak permintaan tersebut ? karena dia tahu bila dia menolak, maka secara otomatis akibatnya dia tidak akan mendapat perlindungan lagi, dan mungkin juga dia merasa menjadi orang yang tidak tahu membalas budi dan jasa si “Backing” selama ini ?

mau atau tidak mau, suka rela atau terpaksa, orang yang sudah meminta perlindungan kepada “Backing” nya, biasanya akan menuruti semua perintah-perintah si “Backing” agar tetap terus mendapat perlindungan dan ingin dianggap tahu membalas budi.

Surat 18 Al Kahfi Ayat : 50

Diterangkan dari ayat ini, sikap manusia yang berhubungan dengan Jin itu, Mereka “menjadikan Jin sebagai pemimpin” dalam hidupnya. Kita sama-sama tahu, yang disebut pemimpin itu biasanya orang yang kita dengarkan kata-kata, dan kita ikuti perjuangannya.

Dan manusia yang menjadikan Jin sebagai pemimpin berarti mereka selalu mendengarkan segala kata-kata jin dan selalu mematuhi perintah nya demi tercapainya tujuan perjuangan jin tersebut. Padahal berdasarkan ayat ini diketahui bahwa, Jin yang mereka jadikan sebagai pemimpin itu sebenarnya adalah Iblis atau anaknya atau cucunya atau cicit nya Iblis.
Sedangkan Iblis disebutkan pada ayat ini, dia adalah “Jin yang durhaka” karena dia tidak mau melaksanakan perintah Allah untuk sujud kepada Adam.

Sekarang yang menjadi bahan perenungan bagi kita yaitu :
apakah pantas Jin yang durhaka kepada perintah Allah dijadikan pemimpin ? dan dengan demikian apa sebutan yang pantas untuk manusia yang menjadikan Jin sebagai pemimpin dalam hidupnya ? Tentunya hal itu bisa kita pikirkan sendiri.
selanjutnya sikap manusia yang berhubungan dengan jin dapat kita lihat pada :

Surat 37 Ash Shaffaat Ayat : 158

Setelah mereka meminta perlindungan kepada Jin, lantas mereka menjadikan jin tersebut sebagai pemimpin yang selalu didengarkan segala perintahnya, maka secara otomatis mereka sudah menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, karena hanya Allah-lah yang patut untuk didengarkan dan dilaksanakan segala perintah-Nya.

Kata “sekutu” secara umum diartikan sebagai “rekan kerja”.
Berarti mereka yang menjadikan Jin sebagai sekutu Allah, menganggap bahwa Allah bekerja sama dengan Jin dalam menciptakan dan mengurus alam semesta ini.
Padahal kita sudah sama-sama mengetahui bahwa Allah-lah yang telah menciptakan Jin-jin tersebut dari nyala api yang sangat panas, dan Dia Maha Kuasa terhadap segala apa yang diciptakan-Nya.

Sudah jelas bagi kita ternyata menjadikan Jin sebagai sekutu Allah merupakan tindakan tidak benar, dan karena begitu inginnya orang-orang yang menjadikan Jin sebagai sekutu Allah itu dianggap benar, sampai-sampai mereka mengumumkan bahwa Allah punya anak laki-laki dan anak perempuan.

Kemudian para jin tersebut membangun suatu pola pikir bagi manusia-manusia pengikutnya, bahwa tidak salah mematuhi Jin, karena… para Jin tersebut termasuk anak Nya Allah. Istilahnya anak-Nya Tuhan. Yang namanya “anak” pasti mewarisi sifat dari orang tuanya. Jadi ditanamkan pada pikiran mereka bahwa “Jin” mewarisi sifat-sifat Allah.
Sehingga segala perintah jin pasti sudah berdasarkan perintah ayahnya.

Dan istilah anak ini, diperhalus oleh para Jin dengan bahasa yang cukup masuk akal. Contohnya : bila kita mengirim surat, tentunya ada yang bertugas menyampaikan surat tersebut ke tempat tujuan.
Begitu pula halnya dengan berdoa kepada Allah, tentunya harus ada yang menyampaikan doa tersebut, kata Jin itu. Dan jin itu mengatakan : hanya para malaikat-lah yang bisa menyampaikan doa tersebut kepada Allah, karena para malaikat juga anak Allah.

Jadi… manusia harus mengenal malaikatnya. Dan langkah-langkah untuk mengenal malaikat ini juga diajarkan oleh jin itu. Setelah bertemu dengan malaikat, dan berkomunikasi dengan nya, maka sudah jelas hubungan manusia dengan malaikat akan semakin akrab. Bila sudah dekat dan akrab maka secara otomatis segala doa yang diminta kepada Allah, lebih besar peluang untuk dikabulkan melalui peran malaikat tersebut.

Astagfirullah… semoga Allah menghindarkan kita dari pemahaman seperti ini.
Alangkah berbahayanya tipu daya jin, dengan menggunakan istilah ; “malaikat’ yang bertugas mengirim doa seperti tukang Pos yang menghantarkan surat ke rumah.
Padahal Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, jadi Allah tidak perlu perantara untuk mendengarkan doa hamba-hamba-nya.

Sekarang, Bagaimana pendapat kita tentang orang yang mengaku berjumpa dengan malaikat dan merasa menerima pesan (wahyu) dari malaikat tersebut pada zaman sekarang ini ? Dapatkah kita benarkan pengakuannya ini ?
Mari kembali kita lihat ke dalam Al-qur’an pada :

Dijelaskan pada 2 ayat ini, bahwa nantinya di akhirat, Allah bertanya kepada para malaikatnya, apakah “mereka” ini dahulu menyembah kamu ? maksud “mereka” disini yaitu manusia yang berhubungan dengan Jin tetapi mengaku dan merasa mendapat bantuan dari malaikat.

Dan para malaikat menjawab pertanyaan Allah dengan ungkapan "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".

Berdasarkan pengakuan para malaikat ini, membuat kita menjadi sadar, ternyata malaikat yang ditemui oleh manusia itu, hanyalah Jin yang dipercayainya. Jin itulah yang menyamar dan mengaku-aku sebagai malaikat untuk menipu dirinya.

Jika seseorang sudah merasa berjumpa dengan malaikat, dan mengaku menerima pesan (wahyu) dari malaikat tersebut, maka secara otomatis dia merasa derajat nya tidak berbeda dengan Nabi Muhammad saw.

Dan tentunya dia akan mengatakan adanya pemahaman baru tentang suatu permasalahan aqidah, sehingga hal ini mengakibatkan bertambah-tambahnya ketentuan dan ajaran aqidah Islam yang sudah sempurna ini. Yang sering kita dengar dengan istilah “bid’ah”.

Padahal di dalam Al-qur’an sudah ditegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir penutup para Nabi. Hal ini menegaskan kepada kita bahwa tidak akan pernah ada lagi manusia yang menerima wahyu, untuk menambah ajaran aqidah yang sudah dibawa Nabi Muhammad.

Dan jika ada yang mengaku menerima pesan (wahyu) dari malaikat, kira-kira apa istilah yang cocok untuk orang seperti ini ? pantaskah jika kita anggap mereka ini sebagai musuh-musuh Nabi ? dikarenakan mereka mengganggap ajaran yang dibawa Nabi itu masih kurang sempurna sehingga masih perlu untuk ditambah-tambah ataupun dikurang-kurangi ?

Untuk itu, mari kita lihat :